Program T4 dikembangkan berdasarkan kebijakan Nazi mengenai kesehatan rasial, yaitu suatu keyakinan bahwa rakyat Jerman harus dibersihkan dari unsur ras yang tidak sehat, termasuk orang-orang cacat. Program ini menjadi cikal-bakal dari program holocaust (pemusnahan massal) terhadap bangsa Yahudi di benua Eropa. Sejarawan Ian Kershaw menyebutnya sebagai suatu langkah penting menuju lahirnya kebiadaban modern.
"60.000 Reichsmark adalah jumlah yang dibebankan oleh
penderita penyakit kelainan genetika kepada masyarakat
sepanjang hidupnya. Sahabat Jerman, itu adalah uang anda juga."
Terjemahan dari poster di atas yang termuat dalam majalah New People
Latar belakang
Ide untuk melakukan "pembersihan ras", sejak semula adalah elemen dasar pada ideologi Hitler. Secara umum Hitler seringkali menggunakan kata kiasan "medis" untuk orang-orang yang ingin "dimusnahkannya" dari komunitas Jerman. Ia menyebut orang-orang Yahudi sebagai basil (bacillus) yang harus dibunuh atau kanker yang akan menyebar. Demikian pula cara pandang Hitler terhadap orang cacat sebagai "unsur yang sakit" dalam tubuh ras bangsa Jerman. Dalam diskusinya dengan Phillip Bouhler dan Hans Lemmers, Hitler menggambarkan orang-orang yang demikian sebagai "orang yang mengotori dirinya sendiri" dan yang "menaruh najis di mulutnya". Hitler dan pendukung Nazi lainnya berpendapat bahwa kebutuhan untuk membersihkan ras Jerman merupakan bagian yang penting dari proyek Nazi.
Dalam bukunya yang berjudul Mein Kampf (1924), Hitler mengatakan sebagai berikut:
"Mereka yang secara jasmani dan rohani tidak sehat dan layak tidak boleh menurunkan kemalangannya ke tubuh anak-anaknya. Pemerintahan nasionalis (volkische staat) haruslah melakukan tugas pemeliharaan yang luar biasa di sini. Bagaimanapun juga, suatu hari hal ini akan tampak sebagai perbuatan yang lebih besar daripada kemenangan-kemenangan perang terbaik di era borjuis kita saat ini."
Rezim Nazi dengan segera melaksanakan pembersihan rasial ini sesaat setelah diberlakukannya ketentuan tersebut. Pada Juli 1933, terbit suatu "Undang-undang Pencegahan Pewarisan Penyakit Keturunan" yang mewajibkan sterilisasi bagi orang-orang penderita penyakit keturunan seperti skizofrenia, epilepsi, penyakit Huntington, dan imbesilitas (gangguan otak/bodoh). Sterilisasi juga diharuskan bagi pecandu alkohol kronis dan bentuk-bentuk lain deviasi sosial.
Selama kurun waktu tahun 1933 dan 1939, diperkirakan sebanyak 360.000 orang telah disterilisasi berdasarkan undang-undang ini. Hukum ini juga diterapkan bagi para wanita yang telah dinyatakan bersalah melakukan kegiatan prostitusi. Bahkan orang-orang yang tidak menderita penyakit kelainan genetika pun juga terkena ketentuan ini, dengan adanya pendapat bahwa program harus diperluas kepada mereka yang menderita cacat fisik.
Walaupun Hitler menyatakan gagasan pembersihan ras ini dalam bentuknya yang ekstrem, ternyata gagasan ini menyebar ke seluruh negara Barat pada awal abad ke-20. Pergerakan eugenika ini memiliki banyak pengikut di kalangan terpelajar, terutama di Amerika Serikat. Gagasan sterilisasi terhadap pembawa penyakit keturunan atau orang yang dianggap memiliki kelakuan anti-sosial dapat diterima secara luas, dan kemudian diatur di dalam hukum di beberapa negara; seperti di Amerika Serikat, Swedia, Swiss, dan di beberapa negara lainnya. Sebagai contoh, pada periode tahun 1935 hingga 1975, 63.000 orang telah disterilisasi di Swedia atas dasar eugenika.
Hitler selalu mendukung dilakukannya pembunuhan terhadap orang-orang yang dikategorikan "memiliki hidup yang tidak berguna". Kedua dokternya, Karl Brandt dan Hans Lemmers, menyatakan bahwa Hitler pernah mengatakan kepada mereka seusai perang tahun 1933 dan pada saat itu undang-undang sterilisasi telah diberlakukan; bahwa ia mendukung pembunuhan terhadap orang-orang yang menderita penyakit yang tak tersembuhkan, namun menyadari bahwa opini publik tidak akan dapat menerima hal ini. Hitler pada tahun 1935 mengatakan kepada pimpinan dokter Jerman, dr. Gerhard Wagner, bahwa hal tersebut tidak dapat dilaksanakan pada masa damai. Hitler berpendapat bahwa "banyak masalah dapat terselesaikan dengan mudah pada saat perang".
Sebelum masa Nazi berkuasa pun, kelompok pergerakan eugenika di Jerman telah memiliki pengaruh kuat yang digerakkkan oleh Alfred Hoche and Karl Binding, yang pada tahun 1920 mendukung pembunuhan terhadap orang-orang yang dikategorikan "memiliki kehidupan yang tidak berguna" (lebensunwertes Leben). Setelah Perang Dunia I, Jerman menjadi terpengaruh oleh gagasan ini. Mereka mengartikan teori Darwin sebagai suatu anjuran bahwa suatu bangsa harus meningkatkan pembiakan gen yang bermutu, serta melakukan pencegahan atas berbiaknya gen yang "membahayakan". Lifton menuliskan: "argumentasinya adalah bahwa banyak pemuda telah gugur dalam peperangan, dan ini merupakan kehilangan 'gen terbaik yang ada' bagi Jerman. Gen dari mereka yang tidak berperang (gen buruk) berkembang biak dengan bebasnya, mempercepat kemerosotan budaya dan biologis."
Pandangan ini mulai memperoleh pembenaran setelah terjadinya keputusasaan yang disebabkan oleh pemotongan anggaran belanja untuk rumah sakit jiwa, sehingga mengakibatkan timbulnya kepadatan dan kekumuhan pada rumah sakit. Kebanyakan ahli eugenika Jerman merupakan kelompok nasionalis, anti-Semit, dan pengikut Nazi yang antusias. Banyak di antara mereka yang menduduki jabatan penting pada Kementerian Kesehatan dan Institut Penelitian. Gagasan-gagasan mereka banyak diikuti oleh profesi kedokteran Jerman, yang kelak "dibersihkan" terhadap unsur dokter-dokter Yahudi dan dokter-dokter beraliran kiri yang membangkang.
Sepanjang era 1930-an, Partai Nazi melakukan kampanye propaganda terhadap "eutanasia". Biro Sosialis Nasional Ras dan Politik (The National Socialist Racial and Political Office, NSRPA) membuat selebaran, poster, dan film pendek yang dipertunjukkan di bioskop-bioskop, yang menunjukkan beban biaya yang harus ditanggung Jerman untuk memelihara para penderita sakit parah dan sakit jiwa. Film Das Erbe (1935), Opfer der Vergangenheit (1937), diputar di semua bioskop-bioskop utama di Berlin dan juga film Ich klage an (1941), yang dibuat berdasarkan novel karangan dr. Helmut Unger, seorang konsultan dari program eutanasia terhadap anak-anak. Lembaga-lembaga perawatan Katolik yang diharapkan dapat menentang dengan keras pembunuhan terhadap para pasien yang dirawat di lembaga-lembaga Katolik tersebut banyak yang ditutup dan penghuninya dialihkan ke lembaga-lembaga perawatan milik pemerintah yang kondisinya semakin penuh sesak. Kondisi yang kumuh ini digunakan sebagai bahan kampanye bagi eutanasia.
Pembunuhan terhadap anak-anak
Pada bulan Mei 1939, sewaktu Hitler memutuskan untuk menyerang Polandia, para orang tua dari anak-anak yang lahir cacat di dekat Leipzig menulis surat kepada Hitler untuk meminta izin kematian bagi anak-anak mereka tersebut. Hitler menyetujuinya dan memeintahkan Komite Nasional untuk pendataan ilmiah dari untuk Penyakit keturunan yang serius serta penyakit bawaan (Reichsausschuss zur wissenschaftlichen Erfassung erb- und anlagebedingter schwerer Leiden), yang dipimpin oleh Karl Brandt, seorang dokter pribadi Hitler, dan dikelola oleh Menteri Dalam Negeri Herbert Linden serta Viktor Brack, seorang perwira SS. Brandt dan Bouhler memiliki kekuasaan untuk menyetujui permohonan bagi kematian terhadap anak-anak dengan kondisi demikian.
Preseden ini digunakan untuk menciptakan program "pembunuhan anak-anak" yang menderita cacat dan dengan adanya program ini maka tidak diperlukan lagi adanya kesuka-relaan bagi orang tua. Anak-anak yang dimasukkan ke dalam program "harus dibunuh", yaitu mereka yang berusia di bawah tiga tahun, yang dicurigai mengidap penyakit kelainan keturunan seperti idiot dan sindrom keterbelakangan mental (sindrom Down-mongolisme) khususnya yang tunanetra atau tunarungu; mikrosefalus; hidrosefalus; malafungsi dalam segala bentuk khususnya anggota badan (tangan/kaki), kepala, tulang belakang (columna spinalis), paralisis termasuk kondisi lumpuh otak. Penilaian harus dilakukan oleh suatu panel ahli kedokteran dan diperlukan persetujuan 3 orang sebelum pembunuhan terhadap seorang anak dapat dilaksanakan.
Berbagai muslihat digunakan untuk mendapatkan izin, khususnya di kalangan Katolik dengan para orang tua umumnya tidak mau bekerjasama. Kepada para orang tua ini dikatakan bahwa anak-anaknya tersebut dibawa ke "seksi khusus" untuk anak-anak tempat mereka akan memperoleh perawatan yang lebih baik. Anak-anak yang dikirim ke pusat-pusat perawatan ini "dipantau" selama beberapa minggu kemudian dibunuh dengan suntikan racun, lalu kematiannya dilaporkan sebagai pneumonia. Otopsi biasanya dilakukan dan contoh otak diambil untuk penelitian kedokteran. Hal ini rupanya membawa penghiburan bagi mereka yang terlibat dalam pembunuhan tersebut yaitu bahwa kematian anak-anak tersebut menjadi tidak sia-sia dan secara keseluruhan program ini adalah semata untuk tujuan dunia kedokteran.
Sewaktu perang berkecamuk pada September 1939, proses penilaian dan persetujuan menjadi melunak, bahkan diperluas hingga terhadap anak-anak yang berusia lebih tua dan anak remaja. Kondisi ini juga diperluas hingga mencakup anak-anak dari berbagai usia dengan berbagai keterbelakangan atau cacat ringan dan pada puncaknya juga mencakup anak-anak yang melakukan kejahatan (juvenile delinquents). Anak-anak Yahudi adalah yang menjadi target utama hanya dikarenakan mereka adalah Yahudi dan sebuah departemen khusus dibentuk untuk minoritas campuran Yahudi - Arya. Pada tahun 1941 lebih dari 5.000 anak telah dibunuh.
Pembunuhan terhadap orang dewasa
Brandt dan Bouhler pada bulan Juli 1939 mengadakan pertemuan dengan dr. Leonardo Conti pimpinan dari badan kesehatan Jerman yang juga sekretaris Menteri Dalam Negeri untuk urusan kesehatan dan Profesor Werner Heyde kepala departemen medis SS (Schutzstaffel) dan pada pertemuan tersebut dibahas rencana persiapan untuk pendaftaran secara nasional terhadap para penderita gangguan jiwa dan cacat fisik yang berada di lembaga-lembaga perawatan.
Orang dewasa penderita cacat yang pertama dibunuh oleh rejim Nazi adalah bukan warga negara Jerman melainkan Polandia. Di wilayah Danzig, sekarang bernama Gdansk, sekitar 7.000 orang Polandia telah dieksekusi mati dengan cara ditembak, sedangkan 10.000 orang lagi dibunuh di wilayah Gdynia.
Di wilayah Poznan, ratusan pasien dibunuh dengan menggunakan gas karbon monoksida yang disalurkan ke dalam kamar gas yang dibuat oleh dr. Albert Widmann, kepala bagian kimia Polisi Kriminal Jerman (German Criminal Police-Kripo).
Pada bulan Desember 1939, kepala SS Heinrich Himmler menyaksikan sendiri salah satu proses eksekusi gas ini guna memastikan bahwa penemuan ini kelak dapat digunakan untuk tujuan yang lebih luas lagi.
Gagasan untuk "menghabisi nyawa" pasien gangguan jiwa ini kelak menyebar ke wilayah perbatasan Jerman, mungkin disebabkan partai Nazi dan pejabat SS di wilayah ini telah terbiasa dengan praktek di Polandia. Franz Schwede-Coburg, pemimpin cabang partai dari NSADP (Gauleiter) dari Pomerania "menyingkirkan" 1.400 pasien dari 5 rumah sakit di Pomerania ke Polandia dan membunuhnya di sana, tempat di rumah sakit tersebut dibutuhkan bagi para prajurit Jerman yang terluka sewaktu peperangan di Polandia. Sedangkan Gauleiter dari Prusia Timur, Erich Koch melakukan pembunuhan terhadap 1.600 pasien. Secara keseluruhan lebih dari 8.000 orang Jerman dibunuh dalam gelombang pembunuhan masal ini yang dilakukan oleh masing-masing pejabat disetiap daerah yang diketahui dan disetujui oleh kepala SS, Himmler.
Program pembasmian orang-orang dewasa dengan kelainan mental dan cacat fisik ini diawali dengan surat keputusan dari Hitler pada bulan Oktober 1939. Surat tersebut bertanggal mundur ke 1 September 1939 untuk memberikan legalitas terhadap pembunuhan yang telah dilakukan sebelumnya, dan menghubungkan program tersebut dengan peperangan untuk memberikan alasan rasionil dengan dasar keadaan darurat perang. Sangat penting untuk dicatat bahwa surat tersebut yang dijadikan dasar bagi program tersebut adalah bukan merupakan "keputusan formal" Fuhrer yang di dalam Nazi Jerman memiliki kekuatan mengikat. Dengan alasan inilah maka Hitler "melangkahi" Menteri Kesehatan Conti dan departemennya yang diketahui tidak sejalan dengan kekejaman partai Nasional Sosialis dan mungkin saja akan mempertanyakan keabsahan dari program tersebut dan untuk itu mempercayakannya kepada orang-orangnya yaitu Bouhler dan Barndt .
Program ini dikelola oleh staf dari Brack dari kantor yang terletak di Tiergartenstrabe 4, yang disamarkan dalam bentuk yayasan umum untuk kesejahteraan dan lembaga perawatan yang diawasi langsung oleh Bouhler dan Brandt.
dr. Herbert Linden, yaitu orang yang terlibat dalam program pembunuhan terhadap anak-anak dan dr. Ernst-Robert Grawitz, dokter kepala di SS adalah merupakan orang-orang yang sangat terlibat dalam program ini dimana merekalah yang memilih dokter-dokter untuk melaksanakan operasional program. Mereka dipilih berdasarkan keandalan politik , reputasi, dan simpatisan radikal terhadap egenetika. Mereka adalah beberapa orang yang telah membuktikan perannya dalam program pembunuhan anak-anak seperti Unger, Heinze, and Hermann Pfannmuller.
Di awal Oktober 1939, seluruh rumah sakit, panti perawatan, panti jompo, sanatorium diwajibkan untuk memberikan data-data pasien yang telah dirawat selama 5 tahun atau lebih, penjahat kriminal, ras non Arya, atau pun yang terindikasi mengidap penyakit : skizofrenia, epilepsi, penyakit Huntington, sifilis, demensia uzur, paralisis, ensefalitis dan penyakit syaraf. Kebanyakan dokter dan pengelola beranggapan bahwa tujuan daripada laporan tersebut adalah untuk mengidentifikasi para penghuni panti yang kondisinya kemampuannya memungkinkan untuk dikirim sebagai tenaga kerja, oleh karenanya para dokter dan pengelola tersebut menaikkan tingkat ketidakmampuan penghuni pantinya untuk menyelamatkan mereka dari "wajib kerja" - dengan suatu konsekwensi yang fatal.
Sewaktu beberapa lembaga di kalangan Katolik menolak untuk bekerjasama, tim dokter dari T4 ( beberapa merupakan mahasiswa kedokteran Nazi) mengunjungi mereka dan memilah mereka berdasarkan daftar yang dibuat sendiri kadang-kadang secara sembarangan dan berdasarkan motivasi ideologi. Pada saat yang bersamaan, sepanjang tahun 1940 telah terjadi pembunuhan terhadap seluruh pasien Yahudi.
Disepanjang tahun 1940, di pusat-pusat program di Brandenburg, Grafeneck dan Hartheim telah dilakukan pembunuhan terhadap sekitar 10,000 orang disetiap pusat program, dimana sekitar 6.000 dibunuh di Sonnenstein. Kira-kira sebanyak 35.000 orang terbunuh oleh program T4 pada tahun tersebut. Pada tahun 1941 terbunuh lagi sebanyak 35.000 orang hingga akhir Agustus 1941 sewaktu program T4 dihentikan. Namun walaupun demikian di pusat-pusat program tersebut pembunuhan masih terus berlangsung untuk membunuh para penghuni kamp konsentrasi yang diperkirakan mencapai 20.000 orang.
Pada tahun 1971 seorang jurnalis berkebangsaan Hungaria melakukan serangkaian wawancara dengan Franz Stangl, seorang tahanan di penjara Düsseldorf yang dinyatakan bersalah atas keterlibatannya dalam pembunuhan sebanyak 900.000 orang selaku ia menjabat sebagai komandan dari kamp Sobibór dan kamp Treblinka di Polandia. Stangl memberikan jumlah korban pembunuhan program T4 secara terinci kepada Sereny semasa ia masih menjabat sebagai komandan dari tempat "pembantaian" di Hartheim. Stangl menjelaskan bagaimana proses pemindahan para penghuni tersebut dengan menggunakan bis ke Hartheim, beberapa dari mereka bahkan merupakan orang yang waras dan mereka tertipu. Dikatakan kepada mereka bahwa mereka akan dibawa ke klinik khusus untuk menerima perawatan yang lebih baik dan akan dilakukan pemeriksaan medis setibanya di sana. Mereka kemudian dibujuk untuk memasuki ruang pancuran untuk mandi di mana di sana mereka dibunuh dengan menggunakan gas karbon monoksida (tipu muslihat ini dikemudian hari digunakan untuk skala lebih besar dalam kamp "pemusnahan").
Gerakan perlawanan
Sejak semula Hitler dan sekutu-sekutunya menyadari bahwa kebijakan pembunuhan terhadap warga Jerman yang cacat tersebut dapat merupakan suatu tindakan yang tidak didukung oleh publik di Jerman. Walaupun Hitler tidak menerbitkan suatu instruksi tertulis untuk kebijakannya tersebut (yang di kemudian hari dikategorikan sebagai suatu "kejahatan terhadap kemanusiaan"), namun ia membuat pengecualian dengan menerbitkan instruksi tertulis dalam surat rahasianya pada Oktober 1939 yang memberikan kewenangan kepada Bouhler dan Brack untuk melaksanakan program T4.
Sejak awal Hitler menegaskan kepada Bouhler bahwa Kedutaan Fuhrer dalam keadaan apapun juga tidak boleh nampak keterlibatannya dalam masalah ini. Diperlukan suatu perhatian khusus terhadap wilayah Katolik, setelah Austria dan Sudetenland pada tahun 1938 dikuasai Jerman yang populasi penduduknya hampir mencapai separuh dari penduduk Jerman dan di sana terdapat kemungkinan adanya pendapat publik yang menentang. Pada bulan Maret 1940, sebuah laporan rahasia dari Sicherheitsdienst di Austria memperingatkan bahwa program pembunuhan tersebut harus dilaksanakan secara terselubung dan rahasia guna menghindari kemungkinan timbulnya pukulan balik oleh opini publik selama masa perang.
Kelompok oposisi ini terus menekan pemerintahan. Seorang hakim distrik Lothar Kreyssig menulis surat kepada Gurtner untuk memprotes bahwa program T4 adalah ilegal disebabkan tidak adanya suatu hukum ataupun surat resmi dari Hitler yang menjadi dasar hukum pelaksanaan program tersebut. Gurtner menjawabnya dengan mengatakan bahwa "apabila kamu tidak dapat memahami keinginan dari Fuhrer sebagai sumber hukum artinya kamu tidak layak sebagai hakim" dan akhirnya Kreyssig dipecat.
Berdasarkan Reichskonkordat tahun 1933 antara Tahta Suci dan Jerman, Gereja Katolik menyetujui untuk tidak terlibat dalam segala bentuk kegiatan politik, namun pembunuhan massal warga Jerman merupakan sebuah tantangan terhadap kepercayaan fundamental Katolik terhadap kekudusan dari kehidupan manusia dan ini menjadi suatu dilema serius dari gereja Katolik di Jerman. Pada tahun 1935, Gereja Katolik mengajukan protes dalam sebuah memorandum untuk menentang sebuah rancangan untuk melegalisasi eutanasia.
Pada bulan Januari 1939, Brack kemudian meminta Dr Joseph Mayer, seorang guru besar Teologi Moral pada Universitas Paderborn untuk dibuatkan suatu makalah mengenai bagaimana kemungkinan reaksi gereja apabila peraturan mengenai eutanasia diberlakukan. Mayer yang sejak lama telah menjadi pendukung eutanasia, lalu menulis dalam makalahnya bahwa gereja tidak akan menentang program tersebut sepanjang dilakukan bagi kepentingan nasional. Kemudian Brack menunjukkan makalah tersebut kepada Hitler pada bulan Juli 1939 dan inilah yang meningkatkan rasa percaya diri Hitler bahwa program "eutanasia" dapat diterima oleh opini publik di Jerman (sewaktu Gitta Sereny mewawancarai Mayer sesaat sebelum ia meninggal pada tahun 1967, ia menyangkal bahwa ia menyetujui pembunuhan terhadap orang-orang cacat, namun selama salinan makalah ini tidak ditemukan, hal ini belum bisa dibuktikan kebenarannya). Pada kenyataannya program T4 dari rejim Nazi ini telah menuai banyak sekali protes masyarakat.
Tidak mungkin suatu program seperti T4 dirahasiakan terus menerus, yang dalam program tersebut melibatkan ribuan dokter, perawat, pelaksana dan kebanyakan korban juga memiliki keluarga yang peduli terhadap keselamatan mereka.
Meskipun terdapat perintah tegas untuk merahasiakan program ini, beberapa staf dari pusat pelaksanaan pembunuhan menceritakannya ke pihak luar tentang segala suatu yang terjadi di tempat pembunuhan tersebut saat mereka mabuk di tempat-tempat minum. Dan dalam beberapa kasus, keluarga korban menceritakan bahwa penyebab kematian yang dinyatakan dalam surat kematian adalah tidak benar seperti misalnya pasien yang dinyatakan meninggal karena usus buntu sebenarnya tidak pernah menderita usus buntu (appendiks). Juga adanya kasus contohnya beberapa keluarga dalam suatu kota yang sama menerima surat kematian keluarganya dalam hari yang sama. Pada kota-kota yang terdapat lokasi pusat pembunuhan banyak orang melihat kedatangan dari bus-bus berisikan tahanan, lalu melihat asap keluar dari cerobong krematorium dan mereka dapat mengambil suatu kesimpulan atas apa yang terjadi di sana. Pada abu yang berjatuhan di atas kota Hadamar terdapat rambut manusia. Pada bulan Mei 1941 pengadilan Frankfurt menulis surat kepada Gurtner menjelaskan kejadian di Hadamar, anak-anak berteriak-teriak di jalanan bahwa orang-orang yang dibawa oleh bus-bus tersebut akan dibunuh dengan menggunakan gas.
Selama tahun 1940, desas desus yang beredar semakin meluas dan banyak warga Jerman mengambil kembali keluarganya yang berada di panti-panti dan sanatorium untuk dirawat sendiri di rumah masing-masing walaupun untuk itu mereka harus mengalami kerepotan dan mengeluarkan biaya yang besar. Para dokter dan ahli jiwa di beberapa tempat bersedia membantu keluarga-keluarga tersebut tanpa memungut biaya atau kalau keluarganya menyetujui maka si pasien akan dipindahkan ke klinik pribadi yang berada di luar jangkauan program T4 (Program T4 ini yaitu terutama ditujukan bagi kaum pekerja yang keluarganya yang cacat dirawat pada lembaga perawatan negara.) Keluarga mampu dapat merawat sendiri keluarganya yang cacat tersebut di rumah ataupun di klinik-klinik pribadi) Beberapa dokter menyetujui untuk melakukan diagnosa ulang terhadap beberapa pasien sehinga mereka tidak masuk dalam kriteria pada program T4, walaupun demikian cara ini dapat ketahuan sewaktu pengikut fanatik Nazi dari Berlin melakukan pemeriksaan ulang. Di Kiel, Professor Hans Gerhard Creutzfeldt menyelamatkan hampir seluruh pasiennya. Creutzfeldt juga dikenang sebagai penemu pendamping dari penyakit Creutzfeldt-Jakob. Namun hampir di semua tempat para dokter umumnya mendukung program tersebut.
Selama tahun 1940 surat protes mengalir ke kedutaan dan ke kementerian kehakiman dan beberapa di antaranya bahkan dari anggota Nazi. Demonstrasi menentang "pemusnahan" jiwa manusia tersebut pertama kalinya berlangsung di kota Absberg di Mittelfranken pada bulan Februari 1941, dan diikuti oleh yang lainnya.
Gerakan menentang kebijakan T4 ini semakin meluas setelah serbuan Jerman ke Uni Soviet pada bulan Juni 1941 sebab pada peperangan tersebut timbul korban yang cukup besar di pihak Jerman sehingga rumah sakit dan panti perawatan lainnya dipenuhi dengan prajurit-prajurit muda yang terluka dan cacat. Desas desus mulai beredar bahwa orang-orang ini akan menjadi sasaran dari eutanasia, walaupun kenyataannya tidak ada rencana yang demikian.
Selama tahun 1940 hingga 1941 beberapa tokoh gereja Protestan secara pribadi memprotes program T4 ini namun tidak ada yang berkomentar secara terbuka kepada publik.
Theophil Wurm, seorang uskup Lutheran dari Wurttemberg, pada bulan Maret 1940 menulis sebuah surat yang bernada cukup keras kepada Menteri Dalam Negeri Frick. Protes lainnya dilakukan oleh teolog Lutheran bernama Friedrich von Bodelschwingh, yang merupakan direktur dari Lembaga Bethel untuk epilepsi di kota Bielefeld, dan pastor Paul-Gerhard Braune, direktur dari Lembaga Hoffnungstal di Berlin. Keduanya menggunakan pengaruh koneksinya dengan rejim Nazi guna mendapatkan pengecualian untuk pasien-pasien di lembaga perawatan miliknya. Bodelschwingh bernegosiasi langsung dengan Brandt dan secara tidak langsung dengan Hermann Goring, yang kemenakannya adalah merupakan seorang ahli jiwa yang terkenal. Braune mengadakan pendekatan kepada Menteri Kehakiman Gurtner yang senantiasa meragukan legalitas dari program tersebut dan Gurtner kelak menulis suatu surat bernada keras kepada Hitler untuk memprotes program ini; Hitler tidak membacanya tapi mendapatkan penyampaian dari Lammers tentang surat keberatan ini. Namun pada umumnya gereja Protestan telah tertangkap dalam jerat Nazi dan tidak mau mengkritik tindakan Nazi.
Gereja Katolik sejak tahun 1933 memiliki kebijakan untuk menghindari konfrontasi dengan rejim Nazi dengan harapan bahwa hal tersebut dapat memelihara keutuhan lembaga gereja, namun gereja semakin tidak mampu untuk menahan diri menghadapi bukti-bukti nyata adanya pembunuhan-pembunuhan terhadap penghuni rumah sakit dan tahanan. Pemimpin gereja Katolik Michael Kardinal von Faulhaber, Kardinal dari Munchen, menulis surat pribadi kepada pemerintah untuk memprotes kebijakan T4 tersebut.
Pada bulan Juli 1941 gereja Katolik mulai bersuara dengan adanya surat pastoral dari uskup yang dibacakan di semua gereja. Pada surat pastoral tersebut dinyatakan bahwa "pembunuhan adalah suatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan (terkecuali dalam pembelaan diri dalam suatu perang resmi)". Inilah yang membesarkan hati kaum Katolik untuk menyuarakan lebih banyak protes.
Beberapa minggu setelah surat pastoral tersebut dibacakan, Clemens August Graf von Galen, uskup dari Munster di Westfalen secara terbuka mencela program T4 di khotbahnya dan mengirimkannya khotbahnya tersebut dengan menggunakan telegram kepada Hitler yang isinya mengatakan bahwa "Fuhrer harus melindungi rakyatnya terhadap Gestapo. Adalah sangat tidak baik dan tidak adil serta merupakan suatu malapetaka apabila seseorang memaksakan kehendaknya dengan menentang kehendak Tuhan" selanjutnya Galen mengatakan juga bahwa "kita sedang berbicara mengenai pria dan wanita, patriot (pejuang), saudara dan saudari kita. Yang dapat kamu katakan adalah orang-orang tidak berguna yang harus mendapatkan belas kasihan, tapi apakah ini berarti bahwa mereka tidak lagi memiliki hak untuk hidup?" Robert Lifton mengomentari khotbah ini sebagai berikut: Khotbah yang sangat hebat dan penuh pengharapan ini diperbanyak dan diedarkan keseluruh Jerman oleh angkatan udara Kerajaan Inggris yang menjatuhkan selebaran berisikan khotbah ini ke tengah-tengah pasukan Jerman. Khotbah Galen ini memiliki akibat yang sangat besar dibandingkan pernyataan-pernyataan anti eutanasia lainnya yang pernah ada."
Walaupun Hitler amat marah sekali, namun ia menyadari bahwa ia tidak mungkin berkonfrontasi dengan Gereja pada saat yang bersamaan dengan dua peperangan hidup mati yang sedang dihadapi Jerman. Himmler mengatakan bahwa: "apabila operasi T4 diserahkan kepada SS maka hasilnya akan menjadi lain sama sekali sebab sewaktu Fuhrer mempercayai kami untuk melaksanakan suatu tugas, kami tahu bagaimana melakukannya dengan benar tanpa menimbulkan suatu kegemparan di masyarakat".
Pada tangal 24 Agustus 1941 Hitler memerintahkan untuk menghentikan program T4 serta menginstruksikan pula kepada para Gauleiter untuk menghentikan provokasi terhadap gereja-gereja sepanjang peperangan.
Invasi Uni Soviet pada bulan Juni membuka suatu kesempatan baru bagi para personel T4, yang mana kelak mereka dikirim ke wilayah timur untuk memulai suatu tugas pembunuhan yang sangat besar yang disebut dengan sandi Solusi Akhir (Die Endlosung der Judenfrage), yang merujuk kepada rencana Nazi untuk melakukan suatu genosida yang sistematis terhadap bangsa Yahudi selama Perang Dunia II.
Peristiwa setelah perang
Pada bulan Desember 1946, pengadilan militer Amerika yang biasa dikenal dengan sebutan Pengadilan Dokter mengajukan sebanyak 23 orang dokter dan administratur untuk bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Tuduhan ini mencakup pula kejahatan pembunuhan sistimatis terhadap mereka yang cacat fisik termasuk penderita keterbelakangan mental. Setelah melalui proses persidangan selama 140 hari dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi sebanyak 85 orang serta mempelajari sebanyak 1.500 dokumen maka pada bulan Agustus 1947, pengadilan memutuskan bersalah terhadap 16 terdakwa dan 7 diantaranya dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada tanggal 2 Juni 1948 termasuk dr. Karl Brandt dan Viktor Brack.
Dakwaan terhadap mereka adalah sebagai berikut :
Antara bulan September 1939 hingga April 1945, terdakwa Karl Brandt, Blome, Brack, dan Hoven secara melawan hukum dan secara sengaja dengan sadar telah melakukan kejahatan terhadap perikemanusiaan sebagaimana diatur dalam artikel II dari Control Counsil Law nomer 10, dimana mereka terlibat di dalamnya, turut membantu, turut memerintahkan, melakukan persekongkolan, memberikan persetujuan, serta terlibat langsung dalam suatu perencanaan dan terlibat dalam prakarsa guna pelaksanaan program "eutanasia" dari kerajaan Jerman dimana terdakwa telah menghilangkan nyawa ratusan bahkan ribuan manusia, termasuk penduduk sipil Jerman maupun penduduk sipil berkebangsaan lainnya. Fakta-fakta menunjukkan bahwa telah terjadi pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam paragraf 9 bahagian kedua dari dakwaan ini yang dilampirkan sebagai lampiran dakwaan ini.
Pada tahun 1945, 7 orang staf dari Institut Hadamar juga didakwa atas pembunuhan warga Soviet dan Polandia namun bukan untuk pembunuhan warga Jerman dalam jumlah besar yang terjadi di institut tersebut. Alfons Klein, Karl Ruoff and Wilhelm Willig dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi sedangkan 4 orang lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Philipp Bouhler dan Leonardo Conti membunuh diri sewaktu ditangkap pada bulan Mei 1945, sedangkan dr. Ernst-Robert Grawitz melakukan bunuh diri sesaat sebelum jatuhnya Berlin. Dr Friedrich Menneke meninggal pada tahun 1947 sewaktu menunggu persidangan perkaranya. Paul Nitsche dihukum mati dan dieksekusi oleh pengadilan Jerman Timur pada tahun 1948. Werner Heyde, membunuh diri pada tahun 1964 setelah menjadi buronan selama 18 tahun. Dr Heinrich Gross lolos dari hukuman.
Source:
- "Death and Deliverance: 'Euthanasia' in Germany 1900-1945" Michael Burleigh
- "Nazi 'Euthanasia' Programs" in Dieter Kuntz, ed. Deadly Medicine: Creating the Master Race by Michael Burleigh. United States Holocaust Memorial Museum/University of North Carolina Press
- Euthanasie im NS-Staat. Die Vernichtung lebensunwerten Lebens by Ernst Klee. Frankfurt am Main 1983
- http://forum.axishistory.com/
- http://indofiles.org/showthread.php?t=71223
- Wikipedia.org
Post a Comment
Your feedback is always appreciated.
I will try to reply to your queries as soon as time allows.
Note:
Please do not spam. Spam comments will be deleted immediately upon I review.
Best Regardz